Permasalahan
Peserta Didik, Solusi, dan Penyelesaian dengan cara Bimbingan Konseling
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Hampir di setiap
sekolah dapat dijumpai program Bimbingan dan Konseling atau disingkat (BK).
Program Bimbingan dan Konseling lebih menyangkut atau mementingkan pada upaya
dalam hal memfasilitasi atau memberikan samacam fasilitas kepada para peserta
didik agar mampu mengembangkan potensi dirinya. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa
keberadaan program Bimbingan dan Konseling (BK) di sekolah saat ini sangat
dibutuhkan. Hal ini menyangkut pada tugas dan perannya terhadap peserta didik.
Selain itu juga, iklim dan lingkungan yang “tidak sehat” membuat
keberadaan program Bimbingan dan Konseling (BK) menjadi sangat dibutuhkan dan
mutlak ada. Misalnya saja kenakalan pada siswa yang merupakan salah satu faktor
penyebab lingkungan atau iklim menjadi rusak, yakni siswa merupakan aktor utama
dalam peristiwa tersebut.
Kenakalan siswa
merupakan suatu bentuk perilaku siswa yang menyimpang dari aturan sekolah.
Kenakalan siswa banyak macamnya. Salah satunya ialah membolos atau masuk tidak
teratur. Membolos disebut kenakalan remaja karena membolos sudah merupakan
perilaku yang mencerminkan telah melanggar aturan sekolah. Kata “BOLOS” sangat populer dikalangan
pelajar. Dari beberapa survei, jumlah siswa yang membolos pada jam
efektif sekolah hanya sedikit dibandingkan dari jumlah siswa yang tidak
membolos, terlepas sekecil apapun dari jumlah tersebut harus menjadi perhatian
bagi institusi yang bernama sekolah, karena apabila disikapi dengan cuek bebek,
tidak tertutup kemungkinan yang kecil akan menjadi besar dan menjelma menjadi
bola salju liar yang akan terus menggelinding hingga jumlah siswa yang membolos
sekolah akan terus meningkat.
Perilaku membolos
sebenarnya bukan merupakan hal yang baru lagi bagi banyak pelajar. Setidaknya
bagi mereka yang pernah mengenyam pendidikan. Hal ini disebabkan kerena
perilaku membolos itu sendiri telah ada sejak dulu. Tindakan membolos dikedepankan sebagai sebuah
jawaban atas kejenuhan yang sering dialami oleh banyak siswa terhadap kurikulum
sekolah. Buntutnya memang akan menjadi fenomena yang jelas - jelas akan
mencoreng lembaga persekolahan itu sendiri. Tidak hanya di kota - kota besar
saja siswa yang terlihat sering membolos, bahkan sekolah yang letaknya di
daerah - daerah pun prilaku membolos sudah menjadi kegemaran.
Banyak siswa yang
sering membolos bukan hanya di sekolah - sekolah tertentu saja tetapi banyak
sekolah mengalami hal yang sama. Hal ini disebabkan oleh faktor - faktor
internal dan faktor - faktor eksternal dari anak itu sendiri. Faktor
eksternal yang kadang kala menjadikan alasan membolos adalah mata pelajaran
yang tidak diminati atau tidak disenangi. Bagi siswa yang kebanyakan remaja dan
penuh dengan jiwa yang mementingkan kebebasan dalam berfikir dan beraktifitas,
hal ini sangat mengganggu sekali. Sebab, masa remaja adalah masa yang penuh
gelora dan semangat kreatifitas. Menurut pandangan psikologis, usia seseorang
antara 15 - 21 tahun adalah usia dalam masa pencarian jati diri. Tentu saja
sistem pendidikan yang ketat tanpa diimbangi dengan pola pengajaran yang
sifatnya 'menyejukkan' membuat anak tidak lagi betah di sekolah. Mereka
yang tidak tahan itulah yang kemudian mencari pelarian dengan membolos,
walaupun secara tidak langsung hal seperti ini sebenarnya bukan merupakan
suatu jawaban yang baik. Hal ini dapat dibuktikan bahwa siswa yang suka
membolos seringkali menjadi ikut serta terlibat pada hal - hal yang cenderung
merugikan. Namun
anehnya lagi dan sungguh sangat disayangkan, bahwa ketika fenomena membolos
atau fenomena pelajar yang terlibat dan terjerumus dalam penggunaan narkotika,
pergaulan sex bebas hingga tawuran terkuak ke permukaan, sekolah seakan - akan
ingin lepas tangan dan seperti tidak tahu menahu. Terbukti, pihak sekolah masih
menganggap mereka yang terlibat hal - hal demikian ialah tergolong anak - anak
‘nakal’ dengan beralasan bahwa anak - anak yang patuh (tidak nakal)
lebih banyak dibandingkan anak - anak yang suka membolos (anak - anak nakal). Hal
seperti memang benar adanya. Tetapi
bukan berarti mereka yang taat dan patuh di sekolah menjadi terselamatkan.
Justru sebaliknya, tekanan pendidikan dengan kurikulum yang cukup ketat justru
menciptakan keresahan secara psikologis. Seperti yang terlihat bahwa pada akhir
- akhir ini, siswa - siswi di sekolah - sekolah sering mengalami hysteria
massal. Hal itu dikarenakan oleh luapan emosi yang sudah tak terkendali melalui
alam bawah sadar dan biasanya kerap tingkah laku menjadi tidak
terkendali. Tumpuan kesalahan prilaku membolos kebanyakan di bebankan kepada
anak didik yang terlibat membolos. Ketika kasus demi kasus dapat terungkap,
anak didiklah yang menjadi beban kesalahan. Ini adalah sikap yang tidak
mendukung yang justru hanya akan menambah masalah. Sikap humanis dan saling
introspeksi diri itu adalah hal yang mendukung untuk menyelesaikan masalah
prilaku membolos. Unsur - unsur yang ada di sekolah bisa saja menjadi alasan
untuk siswa agar bisa membolos. Seperti fenomena yang telah di paparkan di atas
bukan saja anak yang menjadi tumpuan dan beban kesalahan.
Betapa seriusnya
perilaku membolos ini perlu mendapat perhatian penuh dari berbagai pihak. Bukan
saja hanya perhatian yang berasal dari pihak sekolah, melainkan juga perhatian
yang berasal dari orang tua, teman maupun pemerintah. Perilaku membolos sangat
merugikan dan bahkan bisa saja menjadi sumber masalah baru. Apabila hal ini
terus menerus dibiarkan berlalu, maka yang bertanggung jawab atas semua ini
bukan saja dari siswa itu sendiri melainkan dari pihak sekolah ataupun guru
yang menjadi orang tua di sekolah juga akan ikut menangungnya.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang di atas, rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini ialah :
1.
Apa
pengertian dari program Bimbingan dan Konseling ?
2.
Apa
pengertian dari membolos ?
3.
Apa
saja faktor - faktor yang menjadi penyebab siswa membolos ?
4.
Apakah
akibat yang akan ditimbulkan oleh siswa yang suka membolos ?
5.
Bagaimana
peran program Bimbingan dan Konseling (BK) dalam hal mengatasi siswa yang suka
membolos ?
1.3
Tujuan
Berdasarkan permasalahan di atas, maka
tujuan penulisan dari makalah ini adalah :
1.
Untuk
menjelaskan pengertian dari program Bimbingan dan Konseling.
2.
Untuk
menjelaskan pengertian dari membolos.
3.
Untuk
mengetahui apa saja faktor - faktor yang menjadi penyebab siswa membolos.
4.
Untuk
mengetahui dampak atau akibat yang akan ditimbulkan pada siswa yang suka
membolos.
5.
Untuk
mengetahui bagaimana peran dari progam Bimbingan dan Konseling (BK) dalam hal
mengatasi siswa yang suka membolos.
6.
Untuk
mengatahui
peranan dari guru bidang studi dalam hal mengatasi siswa yang suka membolos.
BAB II
PEMBAHASAN
Kehadiran
yang tidak teratur merupakan problem besar di sekolah - sekolah saat ini.
Ketidakhadiran yang dimaksud di sini adalah ketidakhadiran yang disebabkan
karena alasan yang tidak jelas, bukan karena alasan sakit atau lainnya. Jika
ketidakhadiran siswa dikarenakan sakit atau ada kepentingan, dalam artian masih
bisa memberikan alasan yang jelas, hal itu masih bisa diterima. Tetapi jika
alasannya tidak jelas mengapa ia tidak hadir atau tidak masuk sekolah, hal ini
perlu penanganan serius. Sebab, cepat atau lambat masalah ini akan berdampak
buruk baik untuk siswa itu sendiri maupun terhadap lingkungan sekolahnya.
Pergi
ke sekolah bagi remaja merupakan suatu hak sekaligus kewajiban sebagai sarana
mengenyam pendidikan dalam rangka meningkatkan kehidupan yang lebih baik.
Sayang, kenyataannya banyak remaja yang enggan melakukannya tanpa alasan yang
dapat dipertanggungjawabkan. Banyak yang akhirnya membolos. Perilaku yang
dikenal dengan istilah truancy ini dilakukan dengan cara,
siswa tetap pergi dari rumah pada pagi hari dengan berseragam, tetapi mereka
tidak berada di sekolah. Perilaku ini umumnya ditemukan pada remaja mulai
tingkat pendidikan SMP. Salah satu penyebabnya terkait dengan masalah kenakalan
remaja secara umum. Perilaku tersebut tergolong perilaku yang tidak adaptif
sehingga harus ditangani secara serius. Penanganan dapat dilakukan dengan
terlebih dahulu mengetahui penyebab munculnya perilaku membolos tersebut.
Sebelum
kita memasuki pengertian dari membolos, faktor - faktor yang menjadi penyebab
siswa membolos, akibat yang akan ditimbulkan pada siswa yang suka membolos
serta peran dari progam Bimbingan dan Konseling (BK) dalam hal mengatasi siswa
yang suka membolos, tidak ada salahnya terlebih dahulu mengetahui apa itu
bimbingan dan konseling.
2.1
Pengertian
Bimbingan Konseling (BK)
Bimbingan (guide / guidance) dapat
disama artikan dengan mengarahkan, memandu (guide). Jadi, bimbingan adalah
kegiatan memandu atau mengarahkan siswa untuk menemukan jati dirinya atau
membantu siswa menemukan jalan keluar yang terbaik dalam hidupnya dengan
mempertimbangkan segi positif dan negatif bagi siswa itu sendiri.
Bimbingan dan konseling merupakan
dua istilah yang sering dirangkaikan bagaikan kata majemuk. Hal itu mengisyaratkan
bahwa kegiatan bimbingan kadang
- kadang dilanjutkan dengan kegiatan konseling. Beberapa ahli menyatakan bahwa
konseling merupakan inti atau jantung hati dari kegiatan
bimbingan. Ada pula yang menyatakan bahwa konseling merupakan salah satu jenis
layanan bimbingan. Dengan demikian dalam istilah bimbingan sudah termasuk di
dalamnya kegiatan konseling. Kelompok yang sesuai dengan pandangan di atas
menyatakan bahwa terminologi “layanan
bimbingan dan konseling” dapat diganti dengan “layanan bimbingan” saja. Untuk memperjelas
pengertian kedua istilah tersebut, berikut ini dikemukakan pengertian “bimbingan” dan pengertian “konseling”.
a)
Pengertian
Bimbingan
Banyak ahli berusaha merumuskan pengertian bimbingan
dan konseling. Dalam merumuskan kedua istilah tersebut mereka memberikan
tekanan pada aspek tertentu dari kegiatan tersebut. Untuk lebih jelasnya,
berikut ini dikemukakan beberapa rumusan tentang istilah bimbingan.
Menurut Jones (1963), Guidance is the help given by
one person to another in making choice and adjustments and in solving problems.
Dalam pengertian tersebut terkandung maksud bahwa tugas pembimbing hanyalah
membantu agar individu yang dibimbing mampu membantu dirinya sendiri, sedangkan
keputusan terakhir tergantung kepada individu yang dibimbing(klien). Ini senada dengan
pengertian bimbingan yang dikemukakan oleh Rachman natawidjaja (1978) : Bimbingan adalah proses
pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan,
supaya individu tersebut dapat memahami dirinya sehingga ia sanggup mengarahkan
diri dan dapat bertindak wajar sesuai dengan tuntutan dan keadaan keluarga
serta masyarakat. Dengan demikian, dia dapat mengecap kebahagiaan hidupnya
serta dapat memberikan sumbangan yang berarti. Selanjutnya Bimo
Walgito (1982 : 11) menyarikan beberapa rumusan bimbingan yang dikemukakan para
ahli, sehingga mendapatkan rumusan sebagai berikut. Bimbingan adalah
bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada individu atau sekumpulan
individu - individu dalam menghindari atau mengatasi kesulitan - kesulitan di
dalam kehidupannya, agar individu atau sekumpulan individu - individu itu dapat
mencapai kesejahteraan hidupnya.
Dari beberapa pengertian bimbingan yang dikemukakan
oleh banyak ahli itu, dapat dikemukakan bahwa bimbingan merupakan
a. suatu
proses yang berlesinambungan
b. suatu
proses membantu individu
c. bantuan
yang diberikan itu dimaksudkan agar individu yang bersangkutan dapat
mengarahkan dan mengembangkan dirinya secara optimal sesuai dengan
kemampuan/potensinya, dan
d. kegiatan
yang bertujuan utama memberikan bantuan agar individu dapat memehami keadaan
dirinya dan mampu menyesuaikan dengan lingkungannya.
Untuk melaksanakan bimbingan tersebut diperlukan
petugas yang telah memiliki keahlian dan pengalaman khusus dalam bimbingan dan
konseling.
b)
Pengertian
Konseling
Istilah konseling (counseling) diartikan sebagai
penyuluhan. Istilah penyuluhan dalam kegiatan bimbingan menurut beberapa ahli
kurang tepat. Menurut mereka yang lebih tepat adalah konseling karena kegiatan
konseling ini sifatnya lebih khusus, tidak sama dengan kegiatan – kegiatan
penyuluhan lain seperti penyuluhan dalam bidang pertanian dan penyuluhan dalam
keluarga berencana. Untuk menentukan kekhususan itulah maka dipakai istilah
Bimbingan dan Konseling. Pelayanan konseling menuntut keahlian khusus, sehingga
tidak semua orang yang dapat memberikan bimbingan mampu memberikan jenis
layanan konseling ini.
Banyak ahli yang memberikan makna tentang konseling.
Menurut James P. Adam yang dikutip oleh Depdikbud (1976:19a) : Konseling
adalah suatu pertalian timbal balik antara dua orang individu dimana yangs
seorang (konselor) membantu yang lain (konseli) supaya dia dapat lebih baik
memahami dirinya dalam hubungannya dengan masalah hidup yang dihadapinya pada
waktu itu dan pada waktu yang akan datang. Bimo
Walgito (1982 :11) menyatakan bahwa konseling adalah bantuan yang diberikan
kepada individu dalam memecahkan masalah kehidupannya dengan wawancara, dengan
cara – cara yang sesuai dengan keadaan individu yang dihadapi untuk mencapai kesejahteraan
hidupnya.
Berdasarkan pendapat – pendapat tersebut dapatlah
dikatakan bahwa kegiatan konseling itu mempunyai ciri – ciri sebagai berikut.
a. pada
umumnya dilaksanakan secara individual
b. pada
umunya dilakukan dalam suatu perjumpaan tatap muka
c. untuk
pelaksanaan konseling dibutuhkan orang yang ahli
d. tujuan
pembicaraan dalam proses konseling ini diarahkan untuk memecahkan masalah yang
dihadapi klien.
e. Individu
yang menerima layanan (klien) akhirnya mampu memecahkan masalahnya dengan
kemampuannya sendiri.
Kewajiban sekolah, selain mengajar (dalam arti hanya
mengisi otak anak - anak dengan berbagai ilmu pengetahuan), juga berusaha
membentuk pribadi anak menjadi manusia yang berwatak baik. Mengajar tidak
sekedar hanya mentransfer ilmu pengetahuan, tetapi lebih kepada usaha untuk
membentuk pribadi santun dan mampu berdiri sendiri. Sehingga jika terjadi suatu
permasalahan pada siswa, pendidik ataupun pihak sekolah juga turut
memikirkannya serta senantiasa juga berusaha mencarikan jalan keluar. Dalam menghadapi
anak tersebut peran program Bimbingan dan Konseling (BK) sangatlah penting.
Sebagai sarana untuk mencari solusi, fungsi program Bimbingan dan Konseling
(BK) cukup efisien. Melalui pendekatan personal, harapannya siswa dapat lebih
terbuka dengan pemasalahannya, sehingga pembimbing dapat memahami dan mendapat
gambaran secara jelas apa yang sedang dihadapi siswa.
Menghentikan sepenuhnya kebiasaan membolos memang
tidaklah mudah dan sangatlah minim kemungkinannya. Tetapi usaha untuk
meminimalisisir kebiasaan tidak baik tersebut tentu ada. Dan salah satu usaha
dari pihak sekolah ialah dengan program Bimbingan Konseling (BK). Kita mungkin
pernah melihat atau bahkan mengalami sendiri bagaimana rasanya dihukum karena
membolos. Padahal menghukum bukanlah satu - satunya jalan untuk membuat siswa
jera dalam melakukan perbuatannya. Bisa jadi hal tersebut malah menjadikan anak
lebih bengal dan lebih susah ditangani. Sebab siswa yang baru menginjak masa
remaja merupakan masa - masa di saat kondisi emosi yang tidak labil, mudah
tersinggung dan mudah sekali marah. Ibaratnya tulang rusuk, jika dipaksakan
untuk lurus maka ia akan patah. Oleh karena itu penanganannya harus hati-hati.
Tindakan yang dapat dilakukan dengan mengetahui faktor - faktor penyebabnya,
pembimbing sedikit tahu bagaimana kondisi permasalahan siswa. Langkah
selanjutnya ialah melalui pendekatan supaya siswa yang membolos mau menerima
arahan dari pembimbing. Adapun jika siswa masih bersikap tertutup, tidak mau
menceritakan permasalahan mengapa Ia membolos, maka pembimbing menggunakan cara
lain yaitu menanyakan pada teman dekatnya. Begitu semua informasi yang
diperlukan telah diperoleh, pembimbing langsung mengambil tindakan preventif
dan pengobatan. Seperti yang telah dikemukakan di atas, pencegahan tidak harus
melalui hukuman. Memberi nasehat dan arahan yang baik akan lebih mengena dari
pada membentak dan memarahinya. Tidak teraturnya anak masuk sekolah tidak
sepenuhnya terletak pada siswa. Ada banyak sebab yang terletak di luar
kekuasaan anak, atau yang kurang dikuasai anak.
Jadi, kegiatan membolos siswa tidak sepenuhnya
kesalahan siswa. Ada faktor dari luar yang juga turut andil dalam pembolosan
tersebut. Oleh karena itu, tugas program Bimbingan dan Konseling (BK) selain
memberi arahan pada siswa juga mengkondisikan lingkungan sekolahnya sebaik
mungkin supaya siswa merasa betah berada di sekolah. Selain itu, pembimbing
juga selalu menjalin komunikasi dengan keluarga siswa ada kesepakatan dalam
usaha mengatasi masalah anak. Di
sekolah sangat mungkin ditemukan siswa yang yang bermasalah, dengan menunjukkan
berbagai gejala penyimpangan perilaku. yang merentang dari kategori ringan
sampai dengan berat. Upaya untuk menangani siswa yang bermasalah, khususnya
yang terkait dengan pelanggaran disiplin sekolah dapat dilakukan melalui dua
pendekatan yaitu:
(1) Pendekatan disiplin, dan
(2) Pendekatan bimbingan dan konseling.
Penanganan siswa bernasalah melalui pendekatan
disiplin merujuk pada aturan dan ketentuan (tata tertib) yang berlaku di
sekolah beserta sanksinya. Sebagai salah satu komponen organisasi sekolah,
aturan (tata tertib) siswa beserta sanksinya memang perlu ditegakkan untuk
mencegah sekaligus mengatasi terjadinya berbagai penyimpangan perilaku siswa.
Kendati demikian, harus diingat sekolah bukan “lembaga hukum” yang harus
mengobral sanksi kepada siswa yang mengalami gangguan penyimpangan perilaku.
Sebagai lembaga pendidikan, justru kepentingan utamanya adalah bagaimana
berusaha menyembuhkan segala penyimpangan perilaku yang terjadi pada para siswanya.
Oleh karena itu, disinilah pendekatan yang kedua
perlu digunakan yaitu pendekatan melalui Bimbingan dan Konseling. Berbeda
dengan pendekatan disiplin yang memungkinkan pemberian sanksi untuk
menghasilkan efek jera, penanganan siswa bermasalah melalui Bimbingan dan
Konseling justru lebih mengutamakan pada upaya penyembuhan dengan menggunakan
berbagai layanan dan teknik yang ada. Penanganan siswa bermasalah melalui
Bimbingan dan Konseling sama sekali tidak menggunakan bentuk sanksi apa pun,
tetapi lebih mengandalkan pada terjadinya kualitas hubungan interpersonal yang
saling percaya di antara konselor dan siswa yang bermasalah, sehingga setahap
demi setahap siswa tersebut dapat memahami dan menerima diri dan lingkungannya,
serta dapat mengarahkan diri guna tercapainya penyesuaian diri yang lebih baik.
Sebagai ilustrasi, misalkan di suatu sekolah
ditemukan kasus seorang siswi yang hamil akibat pergaulan bebas, sementara tata
tertib sekolah secara tegas Jika hanya mengandalkan pendekatan disiplin,
mungkin tindakan yang akan diambil sekolah adalah berusaha memanggil orang
tua/wali siswa yang bersangkutan dan ujung-ujungnya siswa dinyatakan
dikembalikan kepada orang tua (istilah lain dari dikeluarkan). Jika tanpa
intervensi Bimbingan dan Konseling, maka sangat mungkin siswa yang bersangkutan
akan meninggalkan sekolah dengan dihinggapi masalah-masalah baru yang justru
dapat semakin memperparah keadaan. Tetapi dengan intervensi Bimbingan dan
Konseling di dalamnya, diharapkan siswa yang bersangkutan bisa tumbuh perasaan
dan pemikiran positif atas masalah yang menimpa dirinya, misalnya secara sadar
menerima resiko yang terjadi, keinginan untuk tidak berusaha menggugurkan
kandungan yang dapat membahayakan dirinya maupun janin yang dikandungnya,
keinginan untuk melanjutkan sekolah, serta hal-hal positif lainnya, meski
ujung-ujungnya siswa yang bersangkutan tetap harus dikeluarkan dari sekolah.
Perlu digarisbawahi, dalam hal ini bukan berarti
Guru Bimbingan dan Konseling (BK/Konselor) yang harus mendorong atau bahkan memaksa
siswa untuk keluar dari sekolahnya. Persoalan mengeluarkan siswa merupakan
wewenang kepala sekolah, dan tugas Guru Bimbingan dan Konseling (BK/Konselor)
hanyalah membantu siswa agar dapat memperoleh kebahagiaan dalam hidupnya. Lebih jauh, meski saat
ini paradigma pelayanan Bimbingan dan Konseling lebih mengedepankan pelayanan
yang bersifat pencegahan dan pengembangan, pelayanan Bimbingan dan Konseling
terhadap siswa bermasalah tetap masih menjadi perhatian. Dalam hal ini, perlu
diingat bahwa tidak semua masalah siswa harus ditangani oleh guru Bimbingan dan
Konseling (BK/Konselor). Dalam hal ini, Sofyan S. Willis (2004) mengemukakan
tingkatan masalah berserta mekanisme dan petugas yang menanganinya, sebagaimana
dalam bagan berikut :
1.
Masalah (kasus) ringan,
seperti: membolos, malas, kesulitan belajar pada bidang tertentu, berkelahi
dengan teman sekolah, bertengkar, minum minuman keras tahap awal, berpacaran,
mencuri kelas ringan. Kasus ringan dibimbing oleh wali kelas dan guru dengan
berkonsultasi kepada kepala sekolah (konselor/guru pembimbing) dan
mengadakan kunjungan rumah.
2.
Masalah (kasus) sedang, seperti:
gangguan emosional, berpacaran, dengan perbuatan menyimpang, berkelahi antar
sekolah, kesulitan belajar, karena gangguan di keluarga, minum minuman keras
tahap pertengahan, mencuri kelas sedang, melakukan gangguan sosial dan asusila.
Kasus sedang dibimbing oleh guru BK (konselor), dengan berkonsultasi dengan
kepala sekolah, ahli/profesional, polisi, guru dan sebagainya. Dapat pula
mengadakankonferensi kasus.
3.
Masalah (kasus) berat,seperti:
gangguan emosional berat, kecanduan alkohol dan narkotika, pelaku kriminalitas,
siswa hamil, percobaan bunuh diri, perkelahian dengan senjata tajam atau
senjata api. Kasus berat dilakukan referal (alihtangan kasus) kepada ahli
psikologi dan psikiater, dokter, polisi, ahli hukum yang sebelumnya terlebih
dahulu dilakukan kegiatan konferensi kasus.
Dengan melihat penjelasan di atas, tampak jelas
bahwa penanganan siswa bermasalah melalui pendekatan Bimbingan dan Konseling
tidak semata-mata menjadi tanggung jawab guru Bimbingan dan Konseling
(BK/Konselor) di sekolah tetapi dapat melibatkan pula berbagai pihak lain untuk
bersama - sama membantu siswa agar memperoleh penyesuaian diri dan perkembangan
pribadi secara optimal.
2.2
Pengertian
Membolos
Membolos dapat diartikan sebagai perilaku siswa yang
tidak masuk sekolah dengan alasan yang tidak tepat, atau membolos juga dapat
dikatakan sebagai ketidakhadiran siswa tanpa adanya suatu alasan yang jelas.
Membolos merupakan salah satu bentuk dari kenakalan siswa, yang jika tidak
segera diselesaikan atau dicari solusinnya dapat menimbulkan dampak yang lebih
parah. Oleh karena itu penanganan terhadap siswa yang suka membolos menjadi
perhatian yang sangat serius.
Penanganan tidak saja dilakukan oleh sekolah, tetapi
pihak keluarga juga perlu dilibatkan. Malah terkadang penyebab utama siswa
membolos lebih sering berasal dari dalam keluarga itu sendiri. Jadi komunikasi
antara pihak sekolah dengan pihak keluarga menjadi sangat penting dalam
pemecahan masalah siswa tersebut.
2.3
Faktor
- Faktor Penyebab Siswa Membolos
Penyebab siswa membolos dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor. Beberapa faktor - faktor penyebab siswa membolos dapat
dikelompokkan menjadi dua faktor, yakni faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri siswa bisa berupa
karakter siswa yang memang suka membolos, sekolah hanya dijadikan tempat
mangkal dari rutinitas - rutinitas yang membosankan di rumah.
Sementara itu, faktor eksternal adalah faktor yang
dipengaruhi dari luar siswa, misalnya kebijakan sekolah yg tidak berdamai
dengan kepentingan siswa, guru yang tidak profesional, fasilitas penunjang
sekolah misal laboratorium dan perpustakaan yang tidak memadai, bisa juga
kurikulum yang kurang bersahabat sehingga mempengaruhi proses belajar di
sekolah. Selain faktor internal
dan faktor eksternal yang telah dikemukakan di atas, Faktor pendukung munculnya
perilaku membolos sekolah pada remaja juga dapat dikelompokkan sebagai berikut.
a.
Faktor
Keluarga
Mungkin kita pernah mendengar (atau mungkin sering)
ada siswa yang tidak diperbolehkan masuk sekolah oleh orang tuanya. Untuk suatu
alasan tertentu mungkin hal ini dianggap paling efisien untuk mengatasi krisis atau
permasalahan dalam keluarganya. Misalkan kakaknya sakit, sementara kedua orang
tuanya harus pergi bekerja mencari nafkah. Untuk menemani kakaknya tersebut
maka adiknya terpaksa tidak masuk sekolah. Untuk alasan tersebut bolehlah sang
adik tidak masuk sekolah. Tapi yang menjadi masalah terkadang anak tersebut
tidak membuat surat izin kepada pihak sekolah, sehingga piha sekolah tidak tahu
duduk permasalahannya. Yang mereka tahu si A membolos. Sementara dampaknya bagi
anak tersebut ialah ia harus kehilangan waktu belajarnya. Jika hal ini menjadi
kebiasaan (membolos), lambat laun siswa tersebut tidak peduli lagi dengan
peraturan. Ia akan berbuat seenaknya, terserah mau masuk atau tidak.
-Orang tua yang tidak
peduli terhadap pendidikan. Selain itu sikap
orang tua terhadap sekolah juga memberi pengaruh yang besar pada anak. Jika
orang tua menganggap bahwa sekolah itu tidak penting dan hanya membuang-buang
waktu saja, atau juga jika mereka menanamkan perasaan pada anak bahwa ia tidak
akan berhasil, anak ini akan berkurang semangatnya untuk masuk sekolah.
Biasanya sikap orang tua yang menganggap bahwa pendidikan itu tidak penting
karena mereka sendiri orang yang kurang berpendidikan. Akibatnya penghargaan
terhadap pendidikan hanya dipandang sebelah mata. Bahkan mereka menuntut agar
anak-anaknya untuk bekerja saja mencari uang. Ironisnya mereka juga menuntut
agar anaknya memperoleh hasil yang lebih besar dari kemampuan anak tersebut.
Orang tua seperti ini tidak memiliki pandangan jauh ke depan, sebagai imbasnya
masa depan anaklah yang menjadi korban.
-Membeda - bedakan anak.
Ada orang tua yang beranggapan bahwa pendidikan bagi anak laki-laki lebih
penting daripada anak perempuan. Anak laki - lakilah yang menjadi tumpuan dan
kebanggaan keluarga, sementara anak perempuan pada akhirnya akan kawin dan
hanya mengurusi masalah dapur, sehingga tidak memerlukan pendidikan yang
terlalu tinggi. Dalam hal ini, anak perempuan didorong untuk tidak masuk
sekolah. Mengurangi uang saku. Meskipun tidak semua anak menginginkan uang saku
yang banyak, namun tidak sedikit pula anak - anak yang merasa kurang percaya
diri jika uang saku mereka sedikit dibanding dengan teman-temannya. Sehingga
akibatnya pada anak tersebut ialah ia menjadi malas untuk masuk sekolah.
Di zaman modern seperti sekarang ini uang selalu
dapat berbicara, tak terkecuali pada bidang pendidikan. Banyak sekolah-sekolah
yang mengharuskan siswa-siswanya untuk membeli LKS, buku wajib, dan segala dan
kebutuhan lain demi kepentingan proses belajar. Untuk barang-barang tersebut
kadang orang tua tidak mau mengeluarkan uang untuk membelinya. Maka siswa yang
tidak membeli akan malu pada siswa lain yang membeli. Dan siswa yang tidak
membeli akan malas untuk berangkat ke sekolah.
b.
Kurangnya
Kepercayaan Diri
Sering rasa kurang percaya diri menjadi penghambat
segala aktifitas. Faktor utama penghalang kesuksesan ialah kurangnya rasa
percaya diri. Ia mematikan kreatifitas siswa. Meskipun begitu banyak ide dan
kecerdasan yang dimiliki siswa, tetapi jika tidak berani atau merasa tidak
mampu untuk melakukannya sama saja percuma. Perasaan diri tidak mampu dan takut
akan selalu gagal membuat siswa tidak percaya diri dengan segala yang
dilakukannya. Ia tidak ingin malu, merasa tidak berharga, serta dicemoohsebagai
akibat dari kegagalan tersebut. Perasaan rendah diri tidak selalu muncul pada
setiap mata pelajaran. Terkadang ia merasa tidak mampu dengan mata pelajaran
matematika, tetapi ia mampu pada mata pelajaran biologi. Pada mata pelajaran
yang ia tidak suka, ia cenderung berusaha untuk menghindarinya, sehingga ia
akan pilih-pilih jika akan masuk sekolah. Sementara itu siswa tidak menyadari
bahwa dengan tidak masuk sekolah justru membuat dirinya ketinggalan materi
pelajaran. Melarikan diri dari masalah malah akan menambah masalah tersebut.
c.
Perasaan
yang Termarginalkan
Perasaan tersisihkan tentu tidak diinginkan semua
orang. Tetapi kadang rasa itu muncul tanpa kita inginkan. Seringkali anak
dibuat merasa bahwa ia tidak diinginkan atau diterima di kelasnya. Perasaan ini
bisa berasal dari teman sekelas atau mungkin gurunya sendiri dengan sindiran
atau ucapan. Siswa yang ditolak oleh teman-teman sekelasnya, akan merasa lebih
aman berada di rumah. Ada siswa yang tidak masuk sekolah karena takut oleh
ancaman temannya. Ada juga yang diacuhkan oleh teman-temannya, ia tidak diajak
bermain, atau mengobrol bersama. Penolakan siswa terhadap siswa lain dapat
disebabkan oleh faktor tertentu, misalnya faktor SARA (Suku, Agama, Ras, dan
Antar golongan).
d.
Faktor
Personal
Faktor personal misalnya terkait dengan menurunnya
motivasi atau hilangnya minat akademik siswa, kondisi ketinggalan pelajaran,
atau karena kenakalan remaja seperti konsumsi alkohol dan minuman keras.
e.
Faktor
yang Berasal dari Sekolah
Tanpa disadari, pihak sekolah bisa jadi menyebabkan
perilaku membolos pada remaja, karena sekolah kurang memiliki kepedulian
terhadap apa yang terjadi pada siswa. Awalnya barangkali siswa membolos karena
faktor personal atau permasalahan dalam keluarganya. Kemudian masalah muncul
karena sekolah tidak memberikan tindakan yang konsisten, kadang menghukum
kadang menghiraukannya. Ketidakkonsistenan ini akan berakibat pada kebingungan
siswa dalam berperilaku sehingga tak jarang mereka mencoba - coba membolos lagi.
Jika penyebab banyaknya perilaku membolos adalah faktor tersebut, maka
penanganan dapat dilakukan dengan melakukan penegakan disiplin sekolah.
Peraturan sekolah harus lebih jelas dengan sangsi - sangsi yang dipaparkan
secara eksplisit, termasuk peraturan mengenai presensi siswa sehingga perilaku
membolos dapat diminimalkan.
Selanjutnya, faktor lain yang perlu diperhatikan
pihak sekolah adalah kegiatan belajar mengajar yang berlangsung di sekolah.
Dalam menghadapi siswa yang sering membolos, pendekatan individual perlu
dilakukan oleh pihak sekolah. Selain terkait dengan permasalahan pribadi dan
keluarga, kepada siswa perlu ditanyakan pandangan mereka terhadap kegiatan
belajar di sekolah, apakah siswa merasa tugas - tugas yang ada sangat mudah
sehingga membosankan dan kurang menantang atau sebaliknya sangat sulit sehingga
membuat frustasi. Tugas
pihak sekolah dalam membantu menurunkan perilaku membolos adalah mengusahakan
kondisi sekolah hingga nyaman bagi siswa - siswanya. Kondisi ini meliputi
proses belajar mengajar di kelas, proses administratif serta informal di luar
kelas.
Dalam seting sekolah, guru memiliki peran penting
pada perilaku siswa, termasuk perilaku membolos. Jika guru tidak memperhatikan
siswanya dengan baik dan hanya berorientasi pada selesainya penyampaian materi
pelajaran di kelas, peluang perilaku membolos pada siswa semakin besar karena
siswa tidak merasakan menariknya pergi ke sekolah. Salah satu cara yang dapat
dilakukan guru untuk memperhatikan siswa sehingga mereka tertarik datang dan
merasakan manfaat sekolah adalah dengan melakukan pengenalan terhadap apa yang
menjadi minat tiap siswa, apa yang menyulitkan bagi mereka, serta bagaimana
perkembangan mereka selama dalam proses pembelajaran.
Dengan perhatian seperti itu siswa akan terdorong
untuk lebih terbuka terhadap guru sehingga jika ada permasalahan, guru dapat
segera membantu. Dengan suasana seperti itu siswa akan tertarik pergi ke
sekolah dan perilaku membolos yang mengarah pada kenakalan remaja dapat
dikurangi. Tentu saja, pendekatan dari pihak sekolah ini hanya menjadi salah
satu faktor saja. Faktor lainnya seperti faktor personal dan faktor keluarga
juga tak kalah penting dan memberi kontribusi besar dalam perilaku membolos,
sehingga pencarian mengenai penyebab yang pasti dari perilaku membolos perlu
dilakukan terlebih dahulu sebelum kita menetapkan pihak mana yang layak
melakukan intervensi.
Sekolah merupakan tempat terjadinya proses belajar
mengajar. Di sana tempat siswa - siswa belajar ilmu pengetahuan. Belajar akan
lebih berhasil bila bahan yang dipelajari menarik perhatian anak. Karena itu
bahan harus dipilih yang sesuai dengan minat anak atau yang di dalamnya nampak
dengan jelas adanya tujuan yang sesuai dengan tujuan anak melakukan aktivitas
belajar. Jadi, suasana kelas sangat berpengaruh terhadap motivasi belajar
siswa. Selain itu, tujuan pembelajaran yang jelas juga akan memudahkan siswa
dalam pemahamannys. Sehingga siswa tidak akan bosan dan mudah mengikuti
kegiatan pembelajaran.
Jadi, dapat dikatakan bahwa faktor sekolah merupakan
faktor yang berisiko meningkatkan munculnya perilaku membolos pada remaja,
yaitu antara lain kebijakan mengenai pembolosan yang tidak konsisten, interaksi
yang minim antara orang tua siswa dengan pihak sekolah, guru-guru yang tidak suportif,
atau tugas-tugas sekolah yang kurang menantang bagi siswa.
2.4
Akibat
yang Ditimbulkan oleh Siswa yang Membolos
Anak yang dapat ke sekolah tapi sering membolos,
akan mengalami kegagalan dalam pelajaran. Meskipun dalam teori guru harus
bersedia membantu anak mengejar pelajaran yang ketinggalan, tetapi dalam
prakteknya hal ini sukar dilaksanakan. Kelas berjalan terus. Bahkan meskipun ia
hadir, ia tidak mengerti apa yang diajarkan oleh guru, karena ia tidak
mempelajari dasar - dasar dari mata pelajaran - mata pelajaran yang diperlukan
untuk mengerti apa yang diajarkan.
Selain mengalami kegagalan belajar, siswa tersebut
juga akan mengalami marginalisasi atau perasaan tersisihkan oleh
teman-temannya. Hal ini kadang terjadi manakala siswa tersebut sudah begitu “parah”
keadaannya sehingga anggapan teman-temannya ia anak nakal dan perlu menjaga
jarak dengannya. Hal
yang tidak mungkin terlewatkan ketika siswa membolos ialah hilangnya rasa
disiplin, ketaatan terhadap peraturan sekolah berkurang. Bila diteruskan, siswa
akan acuh tak acuh pada urusan sekolahnya. Dan yang lebih parah siswa dapat
dikeluarkan dari sekolah. Lalu karena tidak masuk, secara otomatis ia tidak
mengikuti pelajaran yang disampaikan guru. Akhirnya ia harus belajar sendiri
untuk mengejar ketertinggalannya. Masalah akan muncul manakala ia tidak
memahami materi bahasan. Sudah pasti ini juga akan berpengaruh pada nilai
ulangannya.
2.5
Peran
dan Fungsi Bimbingan Konseling (BK) dalam Mengatasi Siswa yang Suka Membolos
Bimbingan Konseling atau sering disebut sebagai BP
dahulu sering kali menjadi momok atau bahkan sesuatu yang dibenci oleh siswa
karena lebih berfungsi sebagai pengadilan siswa dari pada membimbing siswa.
Jika ada siswa yang bermasalah melanggar aturan sekolah maka langsung dipanggil
guru BP untuk dilakukan pembinaan yang cenderung ke arah penghakiman. Paradigma
itu semestinya perlu sedikit diubah yaitu bahwa Bimbingan Konseling tidak hanya
mengurusi anak yang bermasalah melanggar aturan sekolah namun juga harus bisa
berfungsi sebagai teman bagi siswa dan pelajar hingga bisa menjadi tempat
curhat. Bimbingan konseling semestinya bisa memberikan rasa nyaman kepada siswa
dengan dapat memberikan banyak solusi terhadap masalah-masalah yang dihadapi
siswa baik stres masalah pelajaran, keluarga,pertemanan dan lain sebagainya.
Perubahan paradigma ini diharapkan kenakalan maupun stress dikalangan siswa
bisa semakin dieliminir.
Kewajiban sekolah, selain mengajar (dalam arti hanya
mengisi otak anak - anak dengan berbagai ilmu pengetahuan), juga berusaha
membentuk pribadi anak menjadi manusia yang berwatak baik. Mengajar tidak
sekedar transfer pengetahuan, tetapi lebih kepada usaha untuk membentuk pribadi
santun dan mampu berdiri sendiri. Sehingga jika terjadi suatu permasalahan pada
siswa, pendidik atau pihak sekolah juga turut memikirkannya, berusaha
mencarikan jalan keluar.
Dalam menghadapi anak tersebut peran BK sangatlah
penting. Sebagai sarana untuk mencari solusi, fungsi BK cukup efisien. Melalui
pendekatan personal, harapannya siswa dapat lebih terbuka dengan
pemasalahannya, sehingga pembimbing dapat memahami dan mendapat gambaran secara
jelas apa yang sedang dihadapi siswa. Menghentikan sepenuhnya kebiasaan
membolos memang tidaklah mudah dan sangatlah minim kemungkinannya. Tetapi usaha
untuk meminimalisisir kebiasaan tidak baik tersebut tentu ada. Dan salah satu
usaha dari pihak sekolah ialah dengan program Bimbingan Konseling (BK). Kita
mungkin pernah melihat atau bahkan mengalami sendiri bagaimana rasanya dihukum
karena membolos. Padahal menghukum bukanlah satu-satunya jalan untuk membuat
siswa jera dalam melakukan perbuatannya. Bisa jadi hal tersebut malah
menjadikan anak lebih bengal dan lebih susah ditangani. Sebab siswa remaja
merupakan masa kondisi emosi yang tidak labil, mudah tersinggung dan mudah
sekali marah. Ibaratnya tulang rusuk, jika dipaksakan untuk lurus maka ia akan
patah. Oleh karena itu, penanganannya harus hati - hati.
Adapun tindakan yang dapat dilakukan untuk mengatasi siswa yang
membolos diantaranya :
1.
Dengan Mengetahui
Faktor - Faktor Penyebabnya
Dengan mengetahui faktor - faktor penyebabnya,
pembimbing sedikit tahu bagaimana kondisi permasalahan siswa. Langkah
selanjutnya ialah melalui pendekatan supaya siswa yang membolos mau menerima arahan
dari pembimbing. Adapun jika siswa masih bersikap tertutup, tidak mau
menceritakan permasalahan mengapa ia membolos, maka pembimbing menggunakan cara
lain yaitu menanyakan pada teman dekatnya. Begitu semua informasi yang
diperlukan telah diperoleh, pembimbing langsung mengambil tindakan preventif
dan pengobatan. Seperti yang telah dikemukakan di atas, pencegahan tidak harus
melalui hukuman. Memberi nasehat dan arahan yang baik akan lebih mengena dari
pada membentak dan memarahinya. Tidak teraturnya anak masuk sekolah tidak
sepenuhnya terletak pada siswa. Ada banyak sebab yang terletak di luar
kekuasaan anak, atau yang kurang dikuasai anak. Jadi kegiatan membolos siswa
tidak sepenuhnya kesalahan siswa. Ada faktor dari luar yang juga turut andil
dalam pembolosan tersebut. Oleh karena itu, tugas BK selain memberi arahan pada
siswa juga mengkondisikan lingkungan sekolahnya sebaik mungkin supaya siswa
merasa betah berada di sekolah. Selain itu pembimbing juga selalu menjalin
komunikasi dengan keluarga siswa ada kesepakatan dalam usaha mengatasi masalah
anak.
2.
Menerapkan Gerakan
Disiplin
Gerakan disiplin ini difokuskan untuk memantau para
pelajar yang membolos atau pergi pada waktu jam-jam sekolah. Biasanya mereka
barada di tempat keramaian atau di tempat hiburan. Pelajar yang membolos selain
merugikan dirinya sendiri juga berpotensi untuk menimbulkan keresahan di
masyarakat karena biasanya pelajar yang suko membolos mempunyai tingkat
kenakalan yang tinggi dan justru sering medekati kriminal seperti pengompasan
pelajar yang lebih kecil atau dibawahnya sampai dengan tawuran dan pesta miras.
Sex bebas di kalangan pelajar juga muncul dari fenomena bolos sekolah dimana
orang tua sering kali tidak di rumah karena harus bekerja dimanfaatkan untuk
berbuat negatif. Fenomena bolos sekolah ini sebenarnya tidak bisa dianggap
remeh karena dari sinilah banyak hal tentang kerusakan moral pelajar dimulai.
Oleh karena itu perlu tindakan tegas dari para aparat Satpol PP untuk sering
melakukan operasi agar menjadi sebuah shock therapy yang mempunyai efek jera
bagi para pembolos dan juga ketegasan dari pihak sekolah untuk mencegah
siswanya bolos sekolah. Kalaupun siswa harus keluar sekolah pada jam sekolah
haruslah seijin sekolah dengan menggunakan surat ijin.
3.
Sosialisasi Kepada Pengelola
Hiburan
Pihak Dinas Pendidikan dibantu oleh Kesbanglinmas
dan Satpol PP serta berkoordinasi dengan Kepolisian harus terus
mensosialisasikan kepada para pengelola hiburan seperti Play Station untuk
tidak menerima konsumen Pelajar pada jam sekolah. Kebanyakan pelajar yang bolos
sekolah ”bersembunyi” di sana. Setelah sosialisasi dirasa cukup mungkin dengan
penempelan stiker atau poster tentang larangan pelajar bermain di waktu jam
sekolah maka ditingkatkan menjadi taraf pemantauan. Jika dari pihak pengelola
masih membiarkan para pelajar bolos bermain di situ maka dapat diberi
peringatan ,jika peringatan tidak diindahkan maka bisa dilakukan penyegelan
sementara atau bahkan penutupan paksa disesuaikan dengan aturan yang berlaku.
Sesungguhnya yang paling dominan dalam mempengaruhi
siswa membolos adalah keberadaan guru. Guru yang ideal harus berfungsi
sebagai,Designer of Instruction. Sebagai Designer, guru harus mampu membuat
pembelajaran menarik dan tidak membosankan, tapi seperti yang telah kita ketahui
banyak guru yang tidak mampu sebagai peracik bahan - bahan pengajaran yang
kemudian dikemas dan di sajikan menarik kepada siswa, sehingga pada gilirannya
siswa merasa jenuh di kelas.
Dan tidak kalah pentingnya guru ideal adalah guru
yang mampu menempatkan dirinya sebagai Evaluator of Instruction, guru
diharapkan sebagai penilai hasil ujian siswa dengan mengedepankan kejujuran,
transparansi dalam menilai siswanya. Tapi banyak sekali guru dengan
kesibukannya mencari tambahan ekonomi keluarga, melakukan penilaian dengan cara
“ngaji (mengarang biji)” nilai siswa dikarang karena tidak punya waktu banyak
untuk menilai satu persatu siswanya. Hal inilah bisa sebagai pemicu siswa
membolos.
Solusi Untuk
mengatasi masalah siswa yang suka membolos, diantaranya ialah sebagai berikut.
1.
Guru melakukan
pendekatan persuasif dan edukatif kepada siswa, memposisikan siswa sebagai
teman bicara dan bukan sebagai terdakwa
2.
Guru memberikan teladan
yang baik kepada siswa, jangan sampai siswa terlambat dihukum sedangkan guru
yang sering terlambat dibiarkan saja.
3.
Guru selalu berkreasi,
berinovasi agar suasana kelas tercipta ceria menyenangkan dan hidup.
4.
Guru hendaknya
merefleksi dan mengevaluasi diri apakah siswa dapat menerima dan memahami yang
telah diajarkan guru.
5.
Guru harus memberikan
penilaian kepada siswa dengan adil, transparan, jujur dan tidak merekayasa.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Adapun
kesimpulan yang dapat diperoleh dari pembahasan tersebut adalah sebagai
berikut.
a. Membolos
merupakan salah satu kenakalan siswa yang dalam penanganannya perlu perhatian
yang serius. Memang tidak sepenuhnya kegiatan membolos dapat dihilangkan,
tetapi usaha untuk meminimalisir tetap ada.
b.
Faktor - faktor yang menjadi penyebab
siswa membolos terbagi menjadi dua golongan, yaitu faktor internal dan
eksternal. Selain itu, faktor – faktor lain yang menjadi penyebab siswa
membolos lainnya, meliputi : faktor keluarga, faktor kurangnya kepercayaan
diri, perasaan yang termarginalkan, faktor personal serta faktor yang berasal
dari sekolah.
c.
Akibat yang ditimbulkan oleh siswa yang
membolos, akan mengalami kegagalan dalam pelajaran. Selain mengalami kegagalan
belajar, siswa tersebut juga akan mengalami marginalisasi atau perasaan
tersisihkan oleh teman - temannya.
d.
Peran program Bimbingan dan Konseling
(BK) dalam hal mengatasi siswa yang suka membolos, yakni dengan mengetahui
faktor - faktor penyebab siswa membolos, menerapkan gerakan disiplin serta
sosialisasi kepada pengelola hiburan.
e.
Melalui program BK, pihak sekolah
berupaya mencari solusi bagi mereka yang suka membolos. Karena membolos terkait
berbagai faktor, maka dalam penyelesaiannya tidaklah mudah. Oleh karena itu
pihak sekolah juga mengikutsertakan orang tua.
f.
Dengan adanya kerjasama yang baik antara
pihak sekolah (dalam hal ini BK) dan orang tua siswa, permasalah membolos siswa
diharapkan dapat diselesaikan sehingga tidak menjalar kepada siswa lainnya.
3.2
Saran
Semoga
dengan adanya makalah ini, para pembaca bisa lebih mengetahui tentang
pengertian Bimbingan dan Konseling serta peran Bimbingan dan Konseling terhadap
Perilaku membolos yang kerap dilakukan para remaja sekolah.